Belajar dari 4 Petani Perempuan Besutan FIP

By Admin


nusakini.com - Pada 19 Desember 2019, bertempat di Jakarta, Direktorat Jendral Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), menggelar kegiatan "Sharing dan Lessons Learned" terhadap kerja-kerja yang dilakukan "Forest Investment Program" jilid 2 (FIP 2). Sebagai informasi, FIP 2 mendukung upaya pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan berbasis masyarakat dan pengembangan kelembagaan. Dukungan ini dalam bentuk pemberian hibah. Dalam konteks program ini, 10 Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang terpilih di Indonesia melakukan kerjasama dengan berbagai Kelompok Tani Hutan (KTH) yang ada di wilayahnya masing-masing.

Salah satu sesi yang digelar dalam "Sharing dan Lessons Learned" ini adalah sesi khusus petani perempuan. Empat petani perempuan bertutur tentang upaya dan pengalaman mereka dalam menguatkan dan mengembangkan inisiatif di kelompok tani hutan-nya (KTH) masing-masing. 

Wiwin Suryani dari KTH Batu Dulang, Desa Batu Dulang, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, menceritakan tentang upaya KTH-nya dalam mengembangkan budidaya kopi. Dengan bimbingan dari KPH Batu Lanteh disertai dukungan FIP 2, Wiwin dkk berhasil memperbaiki teknik panen dan pengolahan pasca panen yang berimbas pada kenaikan harga kopi. Kopi yang dijual dalam bentuk bubukpun dikemas dalam kemasan layak jual.

Selain itu, KTH Batu Dulang yang terletak di Dusun Punik juga melakukan inovasi. Kulit biji kopi yang masih berwarna merah (cherry) diramu menjadi teh. Kulit kopi yang seharusnya menjadi limbah mampu diolah menjadi seduhan teh. Betapa unik inovasi ini. "Kopi berbuah teh".

Lain Wiwin, lain pula yang dilakukan Sugianti. Perempuan yang akrab dipanggil Yanti ini berasal dari KTH Subur Makmur di Kabupaten Tana Laut, Kalimantan Selatan. Yanti dan kelompoknya mengembangkan budidaya jamur tiram. Jamur tiram dibiakkan di balok-balok kayu. Setiap hari, mereka sibuk memanen jamur dan menjualnya ke pelanggan. Tidak ada hari tanpa panen jamur. Selain jamur, Yanti dkk juga mengembangkan bisnis madu kelulut yang merupakan salah satu hasil bukan kayu di wilayah hutan di sekitar desanya.

Yanti merasa dukungan FIP dan KPH Tanah Laut telah membuatnya berani untuk bermimpi. "Kami berencana membuat restoran yang khusus menjual berbagai penganan dari jamur, seperti yang ada di Yogya itu," ujarnya optimis menjelaskan rencananya ke depan.

Selain Wiwin dan Yanti, ada pula Roslina. Perempuan berusia 50 tahunan ini tinggal di Desa Kunkun, Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatra Utara. Roslina semula adalah pelaku pembalakan kayu. Beberapa wilayah hutan telah dirambahnya cukup lama. Namun kesadaran untuk berubah muncul saat staf KPH setempat, yakni KPH Panyabungan, secara sabar terus mendekatinya. Roslina dan belasan orang lainnya kemudian mendirikan KTH Mangrove Indah. 

Roslina yang merupakan ketua KTH, bersama-sama para anggotanya yang kesemuanya laki-laki, mengusahakan kepiting mangrove. Tidaklah heran jika kepiting yang menjadi pilihan bisnis KTH Mangrove Indah. Roslina dkk tinggal di Desa Kunkun yang letaknya di tepi Sungai Batang Kunkun sekaligus tidak jauh dari pantai yang membentang di pinggir samudra luas.

Kepiting mangrove ini berkembang biak subur karena keberadaan pohon-pohon mangrove yang juga dipelihara oleh Roslina dkk. "Tanpa mangrove, kepiting tidak akan bisa berkembang biak dengan baik. Mangrove merupakan tempat tinggal dan berkembangnya kepiting dan berbagai jenis ikan dan udang. Jika mangrove indah, maka hasil kepitingpun akan indah," papar Roslina lugas.

Roslina menjelaskan bahwa dukungan KPH dan FIP 2 telah mampu membuka matanya tentang arti penting mangrove bagi keberlanjutan kepiting. Selain itu, ia dkk juga mampu menerapkan teknik budidaya dan penggemukan kepiting yang lebih baik. Upaya ini berbuah manis karena kepitingnya selalu laku terjual. Bahkan ia dan kelompoknya merasa kewalahan melayani pesanan. "Pasarlah yang mengejar-ngejar kami," ujarnya tersipu senang.

Kini, mari beralih ke Maria. Perempuan muda yang bernama lengkap Maria Vianti Dua Bota ini merupakan anggota dari KTH Alas Taka di KPH Kendilo, Kalimantan Timur. Dulunya para petani di wilayah ini hanya tahu bertanam jagung. Aspek kelestarian lingkungan sama sekali tidak dipahami oleh mereka. Saat FIP memberikan dukungan disertai kemitraan yang dijalankan bersama KPH, pola tanam agroforesty dijalankan. Masyarakat menanam kayu-kayu gaharu. Jagungpun menjadi tanaman sela. Hal-hal teknis terkait budidaya gaharu juga diperkenalkan kepada masyarakat.

Belajar dari tutur pengalaman empat petani perempuan ini, terlihat bahwa perempuan juga punya kekuatan yang sama dengan petani lelaki saat diberi kesempatan mengelola lahan secara tepat. Bahkan dalam banyak kasus, perempuan lebih mudah beradaptasi dengan perubahan dan mampu mengembangkan perubahan itu menjadi inovasi yang bermanfaat. (Tami)