Ini Daftar Relaksasi Pajak untuk Mitigasi Dampak Negatif Virus Corona pada Ekonomi

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta- Situasi pandemik covid-19 yang mengglobal, membuat pemerintah merespons dengan memberi stimulus kebijakan fiskal jilid 2 untuk memitigasi dampak negatif virus corona pada ekonomi. Salah satunya dengan memberikan relaksasi pajak penghasilan (PPh) pasal 21, 22, 25 dan restistusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipercepat.  

"Situasi yang menjadi pandemik dunia (covid-19), perkembangan ini sangat dinamis. Kita menyiapkan instrumen, policy untuk memitigasi, meminimalisir dampak, baik untuk sektor pengusaha, korporasi maupun masyarakat. Pemerintah selalu melihat dari dua sisi. Dari sisi ekonomi, dari demand side: konsumsi, investasi dan dari sisi sektor usaha atau supply chain atau product sub-side-nya terutama sektor manufaktur yang langsung terdampak ekspor dan impor. Banyak sektor manufaktur yang terhalang mendapat barang modal dan bahan baku dan para eksportir untuk diberi kemudahan secepat mungkin," kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. 

Hal ini disampaikannya pada konferensi pers (konpres) bersama yang dihadiri oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto, Menteri Perdagangan (Mendag) Agus Suparmanto, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, dan Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso pada hari Jumat (13/03) di Aula Graha Sawala, Kemenko, Jakarta. 

Relaksasi pertama adalah pemerintah menanggung Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 untuk seluruh karyawan industri manufaktur pengolahan yang penghasilannya mencapai sampai dengan Rp200 juta pertahun baik industri yang berlokasi di Kawasan Industri Tujuan Ekspor (KITE) maupun non KITE. Pemerintah menanggung PPh pasal 21 ini selama 6 bulan, mulai bulan April hingga September 2020. 

"Relaksasi PPh pasal 21 dengan memberikan pajak ditanggung Pemerintah 100% atas penghasilan pekerja yang memiliki income sampai dengan Rp200 juta pertahun di sektor industri manufaktur baik yang berlokasi di KITE (Kawasan Industri Tujuan Ekspor) maupun non KITE. Relaksasi kami berikan selama 6 bulan dimulai dari gaji bulan April sampai September. Nilai relaksasi estimasi Rp8,6 triliun berdasarkan kinerja perusahaan tahun 2019. Kita berharap akan menambah daya beli masyarakat terutama karyawan atau perusahaan yang mendapat tekanan cash flow tanpa harus menambahkan pajak dalam kompenen gajinya," jelasnya.  

Kedua, relaksasi PPh pasal 22 Impor untuk 19 industri manufaktur yang diberikan selama 6 bulan dari bulan April-September 2020 baik untuk industri manufaktur di wilayah KITE maupun non KITE.  

Ketiga, pemerintah memberi penundaan PPh Pasal 25 untuk korporasi baik yang berlokasi di KITE maupun non KITE selama 6 bulan mulai April hingga September. 

"Ini akan mengurangi beban cash flow perusahaan yang biasanya membayar PPh 25 Masa. Nilainya sekitar Rp4,2 triliun," tuturnya.  

Keempat, pemerintah membuat restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) dipercepat bahkan tanpa audit awal. Namun, jika terdapat suatu hal yang perlu diperiksa, maka akan diperiksa lebih lanjut. Pemerintah akan memberikan fasilitas ini selama 6 bulan dari April hingga September 2020.   

"Untuk eksportir, kita tidak memberikan sama sekali batasan. Jadi, restitusi dipercepat bahkan tanpa audit awal, baru nanti kita periksa kalau diperkirakan ada sesuatu untuk diperiksa. Untuk perusahaan non eksportir, kita memberikan batasan sampai dengan Rp5 miliar untuk 19 industri tertentu. Ini dimulai April hingga September, 6 bulan. Total restitusi diperkirakan akan mencapai Rp1,97 triliun," pungkasnya.(p/ab)