Kemenkeu Sebut Reformasi Struktural Indonesia Bisa Dicontoh Negara Lain

By Admin


nusakini.com - Jakarta - Gerak pertumbuhan ekonomi dunia secara global dianggap masih dalam proses gerak yang lambat. Karenanya, dibutuh berbagai upaya terobosan agar proses ini bisa berlangsung lebih cepat. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan reformasi struktural alias perombakan besar-besaran pada kebijakan ekonomi di berbagai negara.

Pada pertemuan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara-negara anggota G20 pada 13-14 April lalu, menghasilkan sejumlah kesimpulan yang salah satunya menyebutkan bahwa penyelesaian masalah ekonomi harus menggunakan seluruh sektor kebijakan yang ada. Keseimbangan penggunaan kebijakan sangat penting untuk mencapai pembangunan jangka pendek sekaligus jangka panjang. 

"Kebijakan moneter, kebijakan fiskal dan reformasi struktural. Semua harus digunakan. Tidak bisa hanya mengedepankan kebijakan moneter misalnya hanya menurunkan bunga, tapi harus menyentuh sektor rill. Pembangunan harus dijalankan, baru perekonomian bisa membaik," Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Suahasil Nazara saat berdiskusi di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (22/4/2016). 

Pada pertemuan tingkat tinggi yang juga dihadiri Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro bersama Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, Indonesia dipandang bisa menjadi contoh bagi negara-negara lain di dunia. 

Bahwa dalam menyelesaikan permasalahan ekonominya, Indonesia tidak hanya fokus pada kebijakan-kebijakan moneter seperti penurunan suku bunga perbankan. Tetapi juga melakukan reformasi struktural terhadap kebijakan ekonominya. 

"Tahun lalu Indonesia menghapus subsidi untuk Premium, dan menurunkan subsidi untuk BBM. Lalu mengalihkannya untuk pendanaan proyek infrastruktur. Itu namanya reformasi struktural," jelas dia. 

Hal tersebut berdampak positif pada kondisi ekonomi Indonesia. Hal serupa bila dilakukan negara besar seperti Amerika, tentu akan memberikan dampak besar pada perekonomian dunia. 

"Harusnya negara maju juga ada subsidi-subsidi yang diturunkan. Yang tadinya menggelontorkan uang banyak sampai menerapkan suku bunga negatif, sebagian bisa dialihkan untuk membiayai kebijakan fiskal dan reformasi struktural," kata dia. 

Hal ini, kata dia, perlu dilakukan karena selama ini negara maju hanya mengedepankan kebijakan moneter untuk memecahkan masalah ekonomi di negaranya, contohnya seperti sejumlah negara yang menerapkan suku bunga negatif.(mk)