Lantik Dirut BPDPKS, Menkeu: Jaga Industri Kelapa Sawit, Dukung Energi Hijau Nasional

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta-Eddy Abdurrahman dilantik sebagai Direktur Utama (Dirut) Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di Kantor Pusat Kementerian Keuangan Jakarta (02/03). Dua pejabat lainnya yang dilantik adalah Zaid Burhan Ibrahim sebagai Direktur Keuangan, Umum dan Manajemen Resiko dan Nugroho Adi Wibowo sebagai Kepala Divisi Pengembangan Biodesel. 

BPDPKS adalah Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang bertugas mengelola dana perkebunan kelapa sawit untuk menjaga keberlangsungan industri kelapa sawit sebagai komoditas strategis nasional Indonesia. 

Pada kesempatan itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberi pesan kepada para pejabat yang dilantik agar BPDPKS tetap menjaga akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan. Salah satu hal yang perlu diperhatikan terkait pengelolaan dana BPDPKS adalah program peremajaan. Sesuai arahan Presiden, program peremajaan harus dilakukan untuk 500 ribu ha dalam waktu tiga tahun. 

"Percepatan peremajaan akan dapat meningkatkan produktivitas kebun dan meningkatkan kesejahteraan petani. Keberhasilan peremajaan juga akan menjaga ketersediaan bahan baku biodiesel 30% (B30) dengan harga yang lebih murah. Selain itu, juga dapat meningkatkan pasokan pengembangan energi lanjutan B30 menjadi green diesel, green gasoline dan green fuel untuk menuju kemandirian energi nasional," tukas Menkeu. 

Menurut Menkeu, pada tahun 2019 lalu industri sawit mengalami tekanan yang cukup berat, dimana harga Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah jatuh sampai di bawah harga keekonomiannya. Hal ini sangat berdampak pada harga tandan buah segar di tingkat petani. Menkeu mengatakan bahwa pemerintah kemudian mengambil kebijakan untuk tidak memberlakukan pungutan untuk meringankan beban industri kelapa sawit. 

Dalam perekonomian Indonesia, industri sawit berperan strategis dalam menghemat devisa, membangun kedaulatan energi, mendorong sektor ekonomi kerakyatan, serta menyerap tenaga kerja. Peran ini harus terus dipertahankan dan diperbaiki sebagai sarana diplomasi kepada negara lain khususnya negara di Eropa.  

"Saat ini Indonesia telah menjadi negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia atau lebih dari dari 55 persen produksi dunia. Industri sawit telah menjadi penghasil devisa terbesar dengan kontribusi sebesar 13,5 persen dari total ekspor non-migas sebesar USD22,3 miliar," kata Menkeu.  

Menkeu melanjutkan bahwa industri sawit juga telah mengurangi pengangguran di sektor perkebunan melalui sekitar 2,6 juta petani swadaya, 4,2 juta pekerja langsung, dan 12 juta pekerja tidak langsung. Disamping itu, industri sawit juga telah meningkatkan kemandirian energi dengan cara menggantikan bahan bakar fosil dengan bahan bakar terbarukan berbahan dasar sawit. Melalui program mandatori biodiesel 30% (B30), industri sawit bisa berperan dalam penghematan devisa melalui pengurangan impor solar senilai USD8 miliar/tahun. 

Selain itu, untuk mengurangi kelebihan stock CPO pemerintah mengambil kebijakan untuk memberlakukan program B30 mulai 1 Januari 2020 sebagai salah instrumen stabilisasi harga. Program ini berhasil mengangkat harga sampai diatas harga keekonomiannya. 

"Saat ini harga CPO di atas USD750 per ton dan telah dikenakan pungutan kembali karena harga sudah di atas batas. Serta, perlu diwaspadai juga pelemahan ekonomi dunia sebagai dampak perkembangan virus novel corona terhadap permintaan CPO dunia. Dalam hal ini, Tiongkok sebagai importir terbesar kedua. Hal yang saya sampaikan ini merupakan suatu deskripsi dari begitu pentingnya industri kelapa sawit nasional," ujar Menkeu. (p/ab)