"Pep Guardiola Alami Gegar Budaya Di Inggris"

By Admin


nusakini.com - Sulitnya Manchester City tampil meyakinkan di musim ini, menurut Sven-Goran Eriksson, tidak bisa dilepaskan dari culture shock atau gegar budaya yang dialami oleh manajer mereka Pep Guardiola.

Guardiola tiba di Etihad Stadium pada musim panas lalu dengan modal CV menawan di Barcelona dan Bayern Munich. Namun, Guardiola terlihat kepayahan untuk mempersembahkan gelar di musim debutnya bersama City.

The Citizens sudah tertinggal sepuluh poin dari puncak klasemen Liga Primer Inggris. Mereka juga baru saja disingkirkan oleh AS Monaco di babak 16 besar Liga Champions. Hanya Piala FA yang menjadi target realistis, sebagaimana City sudah mencapai tahap semi-final.

Eriksson, yang pernah membesut City pada musim 2007/08, menilai Guardiola masih beradaptasi dengan sepakbola Inggris yang sangat kompetitif.

“Ketika Anda melatih Bayern Munich, Barcelona, atau Real Madrid, Anda punya peluang besar untuk memenangi gelar. Tapi, ketika Anda pergi ke Liga Primer, akan terdapat enam, tujuh, delapan tim yang bertarung untuk menang,” ungkap Eriksson kepada Omnisport, Kamis (17/3).

“Ada perbedaan besar antara Barcelona, Real Madrid dan tim-tim lain. Sementara perbedaan antara City, Chelsea, [Manchester] United, Arsenal, dan Tottenham tidak begitu besar. Melatih klub di Liga Primer akan terasa lebih sulit ketimbang liga lain. Anda bisa kalah melawan klub mana pun. Siapa tahu musim depan Anda bisa bertaruh untuk Leicester,” imbuhnya.

Bukti bahwa Liga Primer sangat sulit diprediksi bisa disimak dengan melihat kiprah Leicester City. Mampu mengejutkan dunia dengan menjadi juara di musim lalu, Leicester justru terpuruk di papan bawah musim ini. Leicester bahkan sudah memecat Claudio Ranieri sebelum menunjukkan geliat bangkit bersama manajer anyar Craig Shakespeare.

Eriksson, yang kini melatih klub divisi dua Tiongkok Shenzhen FC, menanggapi situasi Leicester tersebut. “Sepakbola itu indah sekaligus kejam. Ranieri melakukan kinerja yang menakjubkan. Desember lalu, dia terpilih sebagai pelatih terbaik dunia, namun dua bulan kemudian dia dipecat,” imbuhnya. (fft/om)