Perlu Sinergi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Compliance EITI Indonesia

By Admin

nusakini.com--Sebagai wujud peningkatan tingkat compliance (kepatuhan) Transparansi Industri Ekstraktif Indonesia atau Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) Indonesia, saat ini pemerintah menggandeng pemerintah daerah rutin melakukan pertemuan triwulan guna membahas hasil lifting migas.  

“Tiap tiga bulan sekali, ada pertemuan rutin dengan pemerintah daerah terkait pembahasan lifting migas”, ungkap Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Agus Cahyono dalam Acara Seminar dan Sosialisasi EITI Indonesia  di Kuta, Bali, kemarin.

Pemerintah pun terus melakukan peningkatan akuntanbilitas khususnya sektor minyak dan gas bumi (migas) sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola pemerintah yang baik atau good governance. Pasalnya sektor migas dianggap vital dan dinilai sebagai penggerak roda perekonomian nasional.  

Berdasarkan hasil Laporan Ketiga EITI Indonesia Tahun Pelaporan 2012-2013, mencatat realisasi penerimaan pajak dari sektor minya dan gas bumi (migas) yatu sebesar USD8,85 miliar pada tahun 2012 dan USD8,04 di tahun 2013. Sementara rekonsiliasi penerimaan non pajak sektor migas di tahun 2012 mencapai USD26,93 miliar dan USD23,6 miliar pada tahun 2013.  

  Sementara itu, data Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), penerimaan negara dari sektor migas tahun 2012 sebesar Rp 322,14 triliun berkontribusi 24,1% dari total penerimaan negara, sedangkan pada tahun 2013 penerimaan migas Rp 326,78 triliun berkontribusi 22,7% terhadap total penerimaan negara.  

Dengan adanya laporan EITI, pemerintah daerah (pemda) juga dituntut untuk menyampaikan penerimaan industri ekstraktif dari setiap perusahaan yang beroperasi di daerahnya. Nantinya diharapkan partisipasi pemda berkontribusi terhadap tingkat compliance EITI Indonesia.  

Hal ini menjadi penting karena EITI merupakan standar yang dikembangkan secara internasional untuk mempromosikan transparansi pendapatan minyak, gas dan pertambangan di tingkat nasional. Adanya inisiatif ini diharapkan membawa sejumlah keuntungan bagi Indonesia. 

Menurut Asisten Deputi Industri Ekstraktif Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Ahmad Bastian Halim, dari sudut pandang bisnis, transparansi laporan akan memberikan informasi yang setara kepada semua pihak secara simetris. Misalnya informasi tentang lelang wilayah migas dan penetapan wilayah pertambangan.  

“Dengan informasi yang sama maka pelaku bisnis akan berkompetisi secara sehat untuk memberikan kemanfaatan optimal bagi negara”, lanjut Bastian.  

 Transparansi, sambung Bastian, juga akan memberikan ketersediaan informasi publik yang belum pernah ada sebelumnya, menciptakan kepercayaan yang lebih baik antara organisasi masyarakat, pemerintah dan industri ekstraktif.  

Sejak diterima sebagai negara kandidat EITI oleh Dewan EITI pada tahun 2010, Indonesia telah berhasil menerbitkan dan mempublikasikan 3 (tiga) laporan pelaksanaan EITI di Indonesia yaitu tahun 2009, 2010-2011 dan 2012-2013. (p/ab)