Pertemuan Koordinasi dan Supervisi Pekebunan Kelapa Sawit

By Admin


nusakini.com - Pertemuan Koordinasi dan Supervisi Perkebunan Kelapa Sawit (Korsupsawit) di Provinsi Riau pada hari Rabu (24/8/2016) merupakan *puncak* dari rangkaian acara rapat pada hari sebelumnya. Dihadiri sekaligus dibuka oleh Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman. Hadir pula beberapa kepala daerah (kabupaten/kota) di Provinsi Riau.

Pertemuan diawali dengan pembacaan laporan oleh Ketua Penyelenggara dalam hal ini Kepala Dinas Perkebunan Prov. Riau, Muhibul Bashar. Kemudian, sambutan Plt. Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian yang diwakili oleh Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Dedi Junaedi. Dalam sambutannya, disebutkan bahwa sawit telah memberi kesempatan kerja kepada 4 juta orang. Meskipun sisi postifnya menonjol, masih ada tantangan yang dihadapi industri sawit. Antara lain, tumpang tindih lahan sawit dengan kawasan hutan, lemahnya pembangunan kawasan, konflik dengan masyarakat, adanya kebakaran hutan dan lahan pada proses pembukaan lahan perkebunan sawit, kerusakan infrastruktur jalan dan lain-lain. 

Demikian pula di pasar internasional, kampanye negatif terhadap sawit terkait isu lingkungan masih terus bermunculan, terutama di negara-negara kawasan Eropa. Meskipun sebenarnya kampanye tersebut lebih merupakan persaingan dagang dari produsen-produsen minyak nabati selain sawit. Terkait isu lingkungan, Ditjen Perkebunan tengah melaksanakan pilot project ISPO di Sumatera Selatan, Riau dan Kalimantan Barat hingga tahun 2017. 

Pelaksanaan Korsupsawit ini menunjukkan komitmen bersama untuk membenahi tata kelola perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan dan transparan. 

Sementara, Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ranu Mihardja, mengatakan bahwa Indonesia adalah negara kaya, dengan tanah yang subur, hutan yang luas, dengan komoditas tambang berlimpah dan hasil bumi yang berlimpah, tetapi masyarakatnya tidak sejahtera. Kemiskinan tersebut karena banyak terjadi korupsi, bahkan di semua lini. Memerangi korupsi merupakan tanggung jawab bersama, karena tindak pidana korupsi merupakan masalah serius, yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran tata sosial dan ekonomi, kemerosotan moral, hingga ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah. 

Fokus KPK adalah pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi. Kegiatan Korsupsawit ini merupakan bentuk koordinasi, supervisi dan fasilitasi yang diamanahkan melalui Undang-undang. 

Ada tiga hal yang krusial bagi perbaikan tata kelola perkebunan kelapa sawit, yaitu harus dilakukan pembenahan dalam sistem database perkebunan sawit termasuk data sawit rakyat. Selain itu, termasuk juga penataan perizinan perkebunan kelapa sawit, serta optimalisasi penerimaan negara. 

Tata kelola perkebunan sawit harus dilakukan bersama oleh pemerintah, pengusaha dan masyarakat, karena suap banyak terjadi dalam proses perizinan, meskipun pejabat-pejabat telah disumpah. Padahal jika direnungi makna sumpah jabatan, pemberantasan korupsi bisa dilakukan lebih cepat. Mari kita benahi dan hindari perbuatan koruptif. 

Senada dengan KPK, semangat untuk membenahi tata kelola perkebunan sawit juga digaungkan oleh Gubernur Riau. Dalam sambutannya, Gubernur Riau mengatakan bahwa perkebunan merupakan sektor unggulan Provinsi Riau, dimana 3,65 juta hektar (41%) dari luas wilayah Riau, merupakan alokasi usaha perkebunan. Komoditas sawit di Riau, berkembang di lahan seluas 2,4 juta hektar lebih. 

Perkebunan di Riau berperan langsung dalam mengurangi jumlah penduduk miskin. Pola pengembangan perkebunan di Riau, dilakukan dengan skema PIR-BUN, PIR-Trans, swadaya, serta revitalisasi. 

Namun pada prakteknya, masih banyak permasalahan yang dihadapi dalam tata kelola perkebunan sawit Riau, antara lain kebakaran lahan dan hutan, penanaman sawit di area yang tidak diperbolehkan, serta penggunaan bahan-bahan agrokimia. 

Permasalah lain yaitu kewajiban membangun plasma (20% dari lahan yang diajukan perusahaan) yang belum dilaksanakan, perusahaan fokus pada aspek ekonomi dan mengabaikan aspek sosial. Kerusakan hutan, kerusakan habitat satwa langka, bekerja tanpa izin (lokasi, izin usaha perkebunan), operasi di lahan konservasi, serta perizinan yang tidak prosedural merupakan sederetan permasalahan yang harus segera diselesaikan. Maka kehadiran KPK dalam menjalankan fungsi koordinasi, fasilitasi dan supervisi, diharapkan dapat membawa sektor perkebunan Riau ke arah yang lebih baik.(p/mk)