Tolak Ukur Moderasi ala Menteri Agama

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta-Kementerian Agama terus menggulirkan gagasan Moderasi Beragama. Lantas, apa tolak ukur seseorang dinilai moderat atau tidak moderat? 

Hal ini dijelaskan oleh Menag Lukman Hakim Saifuddin saat berbicara pada Forum Group Discussion (FGD) Penyusunan Kurikulum Moderasi Beragama Berbasis Keluarga di kawasan Jakarta Pusat. 

“Batasannya adalah, pertama, hal yang menjadi esensi agama, yaitu kemanusiaan” jelas Menag di Jakarta, Kamis (22/08). 

“Jika ada saudara kita yang atas nama agama, kebebasan berpikir atau berpendapat, kemerdekaan, tapi menghasilkan hal yang merendahkan harkat derajat martabat kemanusiaan, atau bahkan menghilangkan eksistensi kemanusiaan, ini sudah berlebihan atau ekstrim,” lanjut Menag. 

Tolak ukur kedua adalah kesepakatan bersama. Ketika ada yang mengatasnamakan kebebasan, kemerdekaan, atau bahkan atas nama HAM, lalu kemudian melanggar kesepakatan bersama, maka itu sudah berlebihan dan tidak bisa ditolerir. “Dalam konteks bernegara, yang menjadi kesepakatan bersama adalah Pancasila,” ungkap Menag. 

Ketiga, adalah ketertiban umum. “Jika sudah menyebabkan terganggunya ketertiban umum, maka kebebasan, kemerdekaan itu menurut saya sudah berlebihan,” ujarnya.

Menurut Menag, tolok ukur ini harus dibuat. “Harus ada parameter yang menjadi kesepakatan kita bersama,” tandasnya. 

FGD Penyusunan Kurikulum Moderasi Beragama digelar sebagai bagian dari ikhtiar mewujudnyatakan pemahaman moderasi beragama berbasis keluarga. Acara yang berlangsung dua hari, 22-23 Agustus 2019 ini diikuti sejumlah peserta dari Kemenko PMK, Komisioner Perlindungan Anak, Komnas Perlindungan Anak, Balitbang dan Diklat Kemenag, serta Pusat Kerukunan Umat Bergama Kemenag. 

Tampak mendampingi Menag, Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah Bimas Islam Mohsen.(p/ab)