Adikku "Pulang Kampung"

By Admin


Oleh: Swary Utami Dewi

nusakini.com - Subuh ini, 2 Agustus 2020, adikku wafat. Robby Fatria, dalam usia 38 tahun. Pembuluh darah yang pecah membuatnya tidak bisa bertahan. Siang ini dimakamkan.

Robby wafat di Batulicin, Kalimantan Selatan. Memerlukan jalan darat sekitar 6 jam dari Bandara Syamsuddin Noer ke sana. Keluarga memutuskan segera memakamkannya dan ini disetujui yang lain.

Aku di sini, jarak terbentang di antara kami. Di antara aku dan dirinya. Menangis dan sedih, sudah tentu iya. Tapi aku lega, sempat berbicara kepadanya lewat video call dan mengatakan, bahwa ia punya pilihan untuk dirinya. Jika kehendak Allah berpulang dan ia sudah harus kembali, kami ikhlas. Dan jika ia mampu bertahan, kami juga ikhlas. Robby punya pilihan untuk itu, karena ia yang menjalani. Dan aku yakin, ia mendengar semua itu dengan baik. Maka, saar Allah memutuskan yang terbaik untuknya, aku yakin ia menjalaninya dengan tenang dan bahagia.

Pada saat adikku berpulang, aku teringat kuliah yang diberikan Prof. Komaruddin Hidayat, tentang Psikologi Kematian, 3 Juli 2020. Adi, sesama sahabat pengelola kelas Urban Sufism, membagikan kembali link youtube diskusi tersebut.

Bisa jadi bagi keluarga dan sahabat yang ditinggalkan, ada rasa sedih dan duka merasa ditinggalkan oleh siapapun yang berpulang. Namun, Mas Komar menjelaskan makna kematian dalam ajaran Islam yang pasti akan memberikan kelegaan dan keikhlasan bagi yang sedang berduka. 

Islam mengajarkan bahwa kematian semestinya dimaknai secara positif. Manusia terdiri dari unsur ruh dan badaniah. Saat di kandungan, ruh ditiupkan ke jasmani manusia. Saat ajal tiba, ruh dipanggil kembali. Al Maut dalam Al Qur'an berarti terpisahnya ruh dari badan. Ajal berarti sudah habis masa "hidup" manusia di bumi. Dan saat kematian tiba, saat itulah ruh berpulang kembali kepada Allah. Kita lahir dari Allah untuk hidup di dunia, dan saat berpulang, kita kembali ke Allah jua.

Aku jadi teringat episode pulang kampung alias mudik, terutama saat lebaran. Tergambar riuh rendah, gegap gempita, tumpah ruah kegembiraan mereka yang pulang kampung. Mas Komar mengatakan, bagi manusia yang tenang, bagi sufi, kematian dimaknai sama halnya dengan pulang kampung. Ada rasa girang, bahagia dan kerinduan yang amat sangat untuk bertemu Allah, sesudah sekian lama kita berkelana dan menjalani kehidupan dunia. Maka sesungguhnya, kematian adalah saat "pulang kampung", saat ruh kembali ke haribaan Sang Pencipta. Maka pula, saat kematian, meski menimbulkan rasa duka bagi yang ditinggalkan, merupakan saat bahagia bagi yang menjalani kematian itu.

Aku yakin, adikku Robby, telah selesai menjalani episode hidupnya sebagai manusia di dunia. Dan aku yakin pula, ia dengan bahagia, menjalani kerinduannya untuk kembali ke haribaan Allah. Maka apa.pula yang harus ditangiskan manusia berlarut, jika yang wafat ada dalam kebahagiaan yang sesungguhnya?

Al fatihah, untukmu Robby. Dalam fotomu yang baru saja dikirimkan, aku melihat ada raut bahagia dan senyum di wajahmu.