Kabar Baik, Indeks Manufaktur Indonesia Terus Merangkak Naik

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta-Aktivitas industri manufaktur di tanah air terus melaju di tengah tekanan dampak pandemi Covid-19. Geliat ini terlihat dari Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang pada bulan Juli 2020 berada di level 46,9 atau naik dibandingkan bulan sebelumnya yang menempati posisi 39,1. 

Lonjakan 7,8 poin pada hasil survei yang dirilis IHS Markit tersebut didasari oleh peningkatan kepercayaan bisnis terhadap kondisi pasar yang lebih normal. Headline PMI pada Juli 2020 merupakan level tertinggi sejak bulan Februari lalu, yang membuktikan bahwa operasional sektor industri di dalam negeri perlahan mulai pulih. 

“Peningkatan PMI menunjukkan bahwa industri dalam negeri terus mengalami pemulihan. Kita sudah melihat adanya pertumbuhan, dan berangsur-angsur rebound selama masa pandemi ini,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Senin (3/8). 

Menperin optimistis, PMI Manufaktur akan terkatrol kembali di titik ekspansif (level 50) seperti yang dicapai pada Februari di poin 51,9. “Paling tidak, angka-angka yang ada sudah bisa menjadi indikator bahwa perekonomian kita mulai bangkit kembali,” tuturnya. 

Menurut Agus, bukti lain bahwa ekonomi Indonesia mulai membaik adalah pertumbuhan investasi di sektor industri. “Pemulihan juga kita bisa lihat dari nilai investasi industri pada semester I tahun 2020 yang mengalami kenaikan sebesar 24% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yakni dari Rp 104,6 triliun menjadi Rp 129,6 triliun,” ungkapnya. 

Bahkan, pada periode Januari-Juni tahun 2020, industri pengolahan nonmigas masih konsisten menjadi sektor yang memberikan kontribusi paling besar terhadap capaian nilai ekspor nasional. Total nilai pengapalan produk sektor manufaktur mampu menembus hingga USD60,76 miliar atau menyumbang 79,52 persen dari keseluruhan angka ekspor nasional yang mencapai USD76,41 miliar. 

Menteri AGK menyampaikan, catatan gemilang yang diraih oleh sektor industri tersebut merupakan perkembangan positif terhadap upaya mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional. Di samping itu dapat memberikan kepercayaan terhadap para investor bahwa iklim usaha di Indonesia tetap kondusif. 

“Oleh karena itu, pemerintah telah menggulirkan stimulus atau insentif bagi perlindungan sektor industri di dalam negeri untuk menghadapi situasi pandemi saat ini,” ujarnya. Adapun beberapa insentif yang telah diusulkan oleh Kemenperin, antara lain penurunan harga gas dan fasilitas keringanan biaya listrik bagi sektor industri. 

“Usulan tersebut dilakukan sebagai upaya membantu sektor industri agar tetap survive atau dapat beroperasional secara lebih efisien,” imbuhnya. Namun demikian, perusahaan harus dapat menjalankan komitmen adaptasi dengan kebiasaan baru dalam melakukan operasional pabrik, seperti penerapan protokol kesehatan di lingkungan kerja. 

Agus menekankan, penerapan protokol kesehatan tetap harus menjadi hal yang diutamakan oleh sektor industri dalam beraktivitas selama di masa pandemi Covid-19. Kepatuhan terhadap protokol kesehatan merupakan langkah pencegahan agar sektor industri manufaktur terhindar dari klaster Covid-19. 

“Kami mendukung penuh sektor industri dalam berkreasi dan berkontribusi terhadap perekonomian nasional. Pelaku industri harus mampu menangkap peluang yang muncul dalam pandemi dengan tetap mematuhi protokol kesehatan,” jelasnya. 

Menanggapi hasil PMI Manufaktur Indonesia pada Juli 2020, Kepala Ekonom IHS Markit Bernard Aw mengatakan bahwa dampak terburuk pandemi Covid-19 dirasakan pada kuartal kedua. Namun, masih ada harapan dengan dibantu oleh upaya pemerintah melalui relaksasi dan langkah penanganan Covid-19. “Perusahaan juga tetap optimistis tentang output mereka dalam waktu satu tahun,” ungkapnya. 

Berdasarkan survei yang dilakukan IHS Markit, hampir dua pertiga panelis mengharapkan kenaikan output selama 12 bulan ke depan. Optimisme terutama didasarkan pada harapan bahwa situasi Covid-19 akan membaik dalam beberapa bulan mendatang.(p/ab)