Aktualisasi Nilai Pancasila di Era Omnibus

By Abdi Satria


Oleh : M  Ridha  Rasyid 

Praktisi dan Pemerhati Pemerintahan

Sejatinya, hanya perubahan yang berlaku sepanjang masa, bukan kebenaran absolut. Dalam perspektif duniawi , tidak ada sesuatu yang dianggap benar dapat diterima menjadi kebenaran bagi semua orang. Bahwa kebenaran itu adalah milik Allah Rabbul Alamin, pemilik dan pencipta segalanya, baik di dunia maupun di akhirat.

Dengan makna ini, semua yang ada dalam alam fana akan mengalami perubahan seiring dengan waktu dan ruang. Sama halnya, dengan sebuah ideologi, dia akan menjadi "pembenaran" dari terbentuknya suatu negara. Bahwa terjadi perubahan ideologi ke ideologi lain , tergantung kesepakatan rakyat suatu negara, di saat yang sama, tatkala seluruh atau sebagian besar komponen suatu bangsa di suatu negara berkomitmen untuk mempertahankan atau dengan merubah ideologi, itu juga merupakan bagian dari kesepakatan untuk berubah. Terlepas apapun hasil perubahan itu adalah  konsekuensi yang harus diterima dan dijalankan 

Butir butir nilai Pancasila yang telah disusun dari suatu proses perjalanan panjang dalam masa  kepemimpinan pemerintahan rezim Sukarno, berbeda setelah rezim Soeharto berkuasa. Perubahan itu terjadi secara sepihak. Masa awal kemerdekaan Pancasila berjalan sesuai koridor urutan sila sila. Belum ada nilai yang ditafsirkan. Oleh karena Pancasila itu telah dideskripsikan dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945 (Belum ada amandemen,  yang terjadi hingga empat kali). Sementara di masa orde baru kemudian itu di jabarkan per-sila, sebagai berikut

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

• Mengimani adanya Tuhan yang Maha Esa dan mengikut perintah serta larangannya

• Saling menghormati dan menghargai antar pemeluk agama

• Memiliki rasa toleransi dalam kehidupan beragama

• Tidak memaksakan kehendak antar umat beragama

• Tidak mencemooh dan merendahkan agama orang lain

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab

• Seluruh rakyat Indonesia memiliki hak yang sama di mata hukum, agama, masyarakat, dan lainnya

• Tidak ada perbedaan sosial antara sesama rakyat Indonesia

• Mengutamakan sikap tenggang rasa dan saling tolong menolong

• Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan antar rakyat Indonesia

• Saling menghargai 

3. Persatuan Indonesia 

• Menggunakan bahasa persatuan Indonesia

• Memperjuangkan dan mengharumkan nama Indonesia

• Cinta terhadap tanah air

• Mengutamakan kesatuan dan persatuan

• Berjiwa patriotisme di manapun kaki berpijak

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan 

• Pemimpin bangsa Indonesia harus bijaksana

• Mengutamakan kekeluargaan

• Kedaulatan bangsa berada di tangan rakyat

• Kebijakan dalam mengambil solusi

• Keputusan bersama harus diambil melalui musyawarah

• Tidak memaksakan kehendak

5. Keadilan  bagi seluruh rakyat Indonesia 

• Harus menerapkan perilaku adil dalam bidang ekonomi, sosial, dan politik

• Harus menghormati hak dan kewajiban setiap orang

• Perwujudan keadilan sosial bagi bangsa Indonesia

• Menggapai tujuan adil dan makmur

• Mendukung kemajuan dan pembangunan Indonesia

Dari deretan nilai nilai di atas, terkesan ada banyak tafsir dan bisa  diterjemahkan dalam berbagai kepentingan. Walaupun, memang di akui bahwa Pancasila adalah ideologi yang terbuka dan mengakar pada norma dan budaya bangsa, tetapi juga menyerap peradaban di luar Indonesia yang bersesauain dengan nilai nilai yang ada menjadi nilai baru. Oleh karena fleksibilitas nilai, Pancasila  diasumsikan dengan era yang yang dinamis dan berkembang di sekitarnya. Elastisitas nilai dari Pancasila, sehingga apapun yang terjadi bersesuaian, Pancasila bisa eksis. Itu penilaian para pemangku kepentingan di sama orde baru.

Elaborasi  Nilai

Awal reformasi  hingga periode pertama kepemimpin  Presiden Joko Widodo, Pancasila masih eksis dengan nilai nilai di atas, lalu wacana "memperjelas" nilai yang ada,  maka dibentuklah  Badan Pelaksana Ideologi Pancasila. Kehadiran institusi  ini diharapkan dapat "meramu" butir  butir nilai Pancasila itu sesuai kepentingan zaman  sekarang dan akan datang. Tetapi harus diingat, bahwa  yang dapat di  saring itu bukanlah urutan sila sila.

Di sinilah salah kaprah sebagian orang yang mewacanakan wawasan  baru (new insight discourse)  "pengerdilan"  sila. Padahal, ruang perubahan itu hanya dapat dilakukan pada nilai nilai setiap sila yang sudah ada. Nilai yang perlu dilakukan elaborasi untuk menjawab tantangan dan perubahan. 

Omnibus Nilai

Perdebatan antara sila dan nilai, sesungguhnya adalah sah saja, namun perlu dipersempit pada satu bagian sahaja, sementara yang terkait dengan sila, itu sudah paten (merubah sila sama saja "menghianati" lahirnya negara, oleh sebab dasar berdirinya suatu negara adalah ideologi yang dianut.) Bukan terkait dengan pengakuan dari negara lain, dan juga syarat berdirinya suatu negara, seperti wilayah, penduduk serta pemerintahan. 

Dalam menyederhanakan nilai nilai setiap sila sangat memungkinkan dilakukan omnibus, yang dimaksudkan untuk memudahkan anak bangsa, dari generasi kegenerasi berikutnya, bahkan terbuka lebar untuk mereka memperkaya khazanah berbangsa dan bernegara sesuai eranya  masing masing, untuk menjalankan aktifitasnya lebih leluasa dan lincah. Trend dunia dalam bernegara di masa depan akan terus berkembang, bahkan tidak tertutup kemungkinan  ideologi tidak menjadi penting di tengah digitalisasi pada semua segmen kehidupan berbangsa dan bernegara. Sinyalemen bahwa kebaharuan  nilai adalah keniscayaan kekinian itu tidak bisa terbantahkan.

Omnibus, tidak hanya di Indonesia, adalah tuntutan dari kebutuhan  masyarakat dunia untuk memedomani suatu aturan yang sangat sederhana, simple. Prediksi bahwa satu abad mendatang semua negara di bumi akan melakukan omnibus hingga hal yang terkecil dalam semua sendi bernegara adalah suatu kemungkinan yang bisa saja terjadi. Dan,  berikutnya tidak ada lagi omnibus, sebab semua aturan itu adalah kesepakatan individu bukan lagi negara. 

Wallahu 'alam bisshawab