Kementan Bantah Keras Harga Beras Indonesia Termahal

By Admin

Sekjen Kementan Hari Priyono 

nusakini.com - Kementerian Pertanian (Kementan) membantah keras jika disebutkan harga beras Indonesia termahal. Harga beras tertinggi terakhir dijual di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur adalah Rp 13.500 per kilo gram, dan terendah Rp 6.800 per kilo gram.

“Itu adalah harga per tanggal 23 Januari 2017 kemarin. Jadi, sesuai dengan harga beras yang dijual di beberapa pasar di Indonesia, maka harga rata-rata beras sekitar Rp 10.150 sekilo,” kata Sekretaris Jenderal Kementan Hari Priyono dalam keterangan tertulisnya, Rabu (25/1/2017). 

Untuk mengetahui perbandingan harga beras di Indonesia dengan negara lain, pihaknya melakukan survei di beberapa negara seperti Vietnam, Thailand, India, Korea dan juga Jepang. “Jika dibandingan dengan harga beras yang dijual di negara-negara itu, maka kita simpulkan harga beras di Indonesia malah lebih murah,” terang Hari. 

Dia pun menguraikan harga beras yang dijual di negara-pembanding, yakni seperti di Vietnam, harga beras terendah adalah Rp 6.097 per kilo gram dan tertinggi mencapai Rp 12.195 per kilo gram. Rata-rata harga beras di Vietnam Rp 12.195 per kilo gram. 

Sementara harga beras terendah di Thailand adalah Rp 10.585 per kilo gram dan tertinggi Rp 10.837, dengan harga rata-rata sekitar Rp 10.711 per kilo gram. “Sedangkan beras terendah di negara India dijual sekitar Rp 11.056 sekilo dan tertinggi Rp 11.125 sekilo. Jadi, India menjual beras di pasar rata-rata seharga Rp 11.091 sekilonya,” papar Hari. 

Bahkan pihaknya menemukan harga beras yang lebih mahal lagi seperti di Negara Korea yang dijual rata-rata sekitar Rp 35.832 per kilo gram dan di Jepang sekitar Rp 48.779 per kilo gram. “Dengan demikian, tidak benar jika dikatakan harga beras di Indonesia paling mahal,” kata Hari dengan tegas. 

Jika terdapat harga beras di Indonesia Rp 12.000 per kilo gram, tambah Hari, maka hal tersebut dianggap tidak wajar. “Itu terjadi karena adanya Margin Pengangkutan dan Perdagangan (MPP) yang mencapai 50 – 60 persen disebabkan middle man yang terlalu banyak. Ini jauh di atas angka yang dikeluarkan oleh BPS terkait komoditas antara 10 – 30 persen,” ujar Hari Priyono.(p/mk)