Pandemi, Waktu Terbaik Orangtua untuk Gali Potensi Anak

By Abdi Satria


nusakini.com-Semarang-Di masa pandemi Covid-19, gawai menjadi barang tak terpisahkan saat Belajar Dari Rumah (BDR). Bak bumerang, gawai juga menimbulkan efek buruk pada penggunanya, terutama pada anak usia balita. Bagaimana pengelolaan gawai untuk mendukung pembelajaran dari rumah? 

Bunda Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Jawa Tengah Atikoh Ganjar Pranowo mengungkapkan, di masa pandemi, pembelajaran untuk siswa PAUD hendaknya jangan sampai melibatkan tatap muka. Karena, pada usia tersebut, anak belum bisa dipahamkan tentang arti menjaga jarak, ketika bertemu teman-temannya. Oleh karena itu, ia berharap seluruh pendidikan PAUD di Jateng tak melangsungkan pendidikan tatap muka. 

Diakui, pembelajaran dari rumah membuat orangtua, khususnya ibu, merasa terbebani. Terlebih, jika keseharian orangtua bekerja. Akibatnya, tak jarang di antara mereka menjadi “guru dadakan” yang galak. Apalagi jika panduan pembelajaran dari sekolah dianggap memberatkan. 

Agar pembelajaran di rumah tetap nyaman dan menyenangkan, Atikoh menyarankan agar pihak sekolah melibatkan orangtua dalam membuat kurikulum pembelajaran, termasuk waktu pembelajaran. Orangtua pun bisa membuat suasana yang hampir sama dengan kebiasaan saat bersekolah, misalnya menggunakam seragam atau pakaian rapi yang disukai anak, membawa buku, tas, atau perlengkapan sekolah lainnya. 

“Bisa menggunakan gawai, tapi jangan sampai orangtua yang tidak punya gawai tidak bisa memberi pendidikan pada anaknya. Penggunaan gawai pun mutlak didampingi orangtua agar anak tidak ketergantungan pada gawai,” tegasnya, saat Webinar Kelas Orangtua Berbagi bertajuk Pengelolaan Gawai untuk Mendukung Belajar dari Rumah, melalui Zoom, dari Rumah Dinas Gubernur (Puri Gedeh), Kamis (17/9). 

Meski pembelajaran dilakukan dengan pendampingan orangtua, namun menurut Atikoh, guru juga mesti memberikan panduan kepada orangtua terkait pembelajaran tematik. Baik agama, moral, fisik dan motorik, kognitif, dan sebagainya. 

Dia menunjuk contoh, pengenalan sayuran bisa dilakukan dengan berbagai pendekatan. Dari aspek agama, dijelaskan jika sayur merupakan ciptaan Tuhan yang harus dipelihara dengan baik. Dengan begitu, diharakan muncul empati jika tanaman saja harus disayang, apalagi sesama manusia. 

Dari aspek fisik dan motorik, anak dapat diajarkan cara memasak sayur, sambil dijelaskan manfaatnya bagi tubuh. Pembelajaran kognitif bisa dengan mengenalkan warna dan bentuk sayuran, kemudian secara sosial emosional anak diberi pemahaman tanggung jawab menanam sayuran. Untuk menambah keterampilan berbahasa, anak bisa diminta menceritakan kembali apa yang sudah diajarkan, aktivitas keseharian, dan sebagainya. 

Atikoh pun memberikan tips agar pendampingan belajar di rumah berhasil. Antara lain, mengajak anak berdiskusi, membangun komunikasi dengan guru, misalnya bagaimana pola pembelajaran sehingga anak tak kehilangan ritme saat di sekolah. Bangun pula komunikasi dengan orangtua, menciptakan suasana riang saat belajar, serta mengajak seluruh anggota keluarga untuk memberikan support, sehingga anak tidak merasa sendiri. 

“Pandemi justru waktu terbaik orangtua untuk menggali potensi anak, sekaligus belajar life skill. Misalnya, anak yang tadinya tidak pernah menyapu, diajak untuk menyapu, mengepel, atau lainnya,” beber ibu satu anak ini. 

Pengajar dari Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini (Himpaudi) Jateng, Dedy Andrianto mengatakan, ada beberapa tips menyiasati penggunaan gawai pada anak. Di antaranya, membatasi jam penggunaan gawai. 

“Pertama, pantau waktu layar (screen time) untuk anak usia dua sampai enam tahun maksimal satu jam. Anak usia enam sampai 12 tahun maksimal 1,5 jam, terakhir anak usia 12-18 tahun maksimal dua jam. Buat anak kreatif, perbanyak gerakan motorik dan yang paling penting pantau apa yang ditonton anak,” sebutnya. 

Terakhir, untuk mengurangi kelekatan anak pada gawai, berikan sanksi. Selain itu, buat kesepakatan dengan anak. Sanksinya jangan sampai menyakiti anak, tapi kurangi kecanduan pada gawai. 

“Misalnya, ketika melanggar batasan jam, kurangi waktu penggunaan gawai jadi 10 menit. Jadi pahamkan anak dengan memenuhi kebutuhannya, bukan keinginannya,” pungkas Dedy. 

Kepala Pusat Pengembangan PAUD Dikmas Jateng Djajeng Baskoro mengungkapkan, kegiatan tersebut dilaksanakan serentak di 34 Provinsi di Indonesia. Dengan event tersebut, pihaknya ingin agar orang tua dapat menjadikan gawai sebagai pendulang hal positif. 

“Harapannya gawai bisa meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan anak asuh, tidak hanya ketika Covid-19 atau pas bencana. Selain itu, yang tak memunyai gawai bukan berarti tak bisa mengasuh. Namun memanfaatkan apa saja sebagai sarana pengasuhan putra putri kita,” tandasnya. (p/ab)