Reindustrialisasi Berkelanjutan: Suatu Keniscayaan

By Admin


(Swary Utami Dewi, pegiat Aksi Literasi)

nusakini.com - Bedah Buku ke-6 dari komunitas Aksi Literasi menghadirkan buku "Employment and Re-industrialisation in Post-Soeharto Indonesia". Buku ini ditulis oleh Zulfan Tadjoeddin dan Anis Chowdury. Pembahasnya adalah dua ekonom: Poppy Ismalina dan Tata Mustasya. Pengantar diskusi diberikan oleh Andrinof Chaniago. Bedah buku melalui zoom ini digelar Sabtu, 1 Agustus 2020.

Zulfan memulai pemaparan dengan menjelaskan bahwa buku ini merupakan hasil analisa dari apa yang terjadi di Indomesia pada era pasca rejim Soeharto, yakni 2001 sampai 2016. Saat itu, Indonesia pernah mengalami keajaiban pertumbuhan ekonomi ("Miracle Economy") bersama beberapa negara Asia Timur lainnya. Macan Asia ketika itu menunjukkan keperkasaannya. Untuk Indonesia, andalannya adalah buruh murah.

Namun, beberapa catatan kritis ditemui di sini. Meski pertumbuhan ekonomi meningkat, tapi kesenjangan juga melebar. Selain itu, upah buruh rendah dan pengabaian hak-hak pekerja juga kerap menjadi kritik. 

Poppy dan Tata memberikan catatan tambahan. Selain kualitas tenaga kerja yang masih relatif rendah, fokus Indonesia pada sektor-sektor primer yang umumnya masih mengandalkan bahan baku mentah, juga menjadi titik rawan untuk keberlanjutan. Pengerukan nikel, batubara dan bahan tambang lain misalnya, menyumbang pada emisi gas rumah kaca. Demikian pula halnya dengan praktik-praktik industrialisasi yang masih meminggirkan keselamatan lingkungan. 

Zulfan menjelaskan situasi ekonomi kontemporer Indonesia sekarang dihadapkan pada proses de-industrialisasi, ketimpangan yang meningkat serta tantangan internal dan eksternal. Krisis ekonomi kini juga sedang menghadang Indonesia, seperti halnya banyak negara-negara di dunia. Situasi pandemi, semakin memperparah kemandekan ekonomi. Zulfan meyakini untuk menggenjot kembali ekonomi, industrialisasi masih merupakan keniscayaan. Karenanya, reindustrialisasi masih sangat dibutuhkan. 

Pertanyaannya reindustrialisasi yang bagaimanakah yang tepat bagi Indonesia? Sebagai pertimbangan, hingga kini, rendahnya kualitas tenaga kerja masih menjadi isu penting. Demikian pula.halnya dengan isu lingkungan dan sosial lain yang masih lazim melekat pada industrialisasi Indonesia. 

Dengan memperhatikan catatan kelemahan kita, Poppy menawarkan reindustrialisasi di Indonesia hendaknya dilakukan secara selektif dan dipilih sesuai dengan kondisi lokal masing-masing. Dalam jangka pendek ini bisa dilakukan dengan menitikberatkan pada sektor-sektor kreatif dan inovatif yang bisa melibatkan banyak tenaga kerja. 

Semua ini dlakukan sembari membenahi kualitas sumber daya manusia Indonesia (melalui pendidikan). Selain itu, pilihan ramah lingkungan menjadi keniscayaan untuk memastikan adanya keberlanjutan pembangunan. Tiga pilar ekologi, sosial dan ekonomi, seperti disinggung Tata, hendaknya menjadi sesuatu yang wajib dilakukan dalam pembangunan Indonesia. Hal ini tidak bisa ditawar-tawar lagi. Mendorong reindustrialisasi selektif yang berkelanjutanpun menjadi suatu keniscayaan.