Siaran Televisi Konvensional Dimatikan Tahun Depan, TVMU Sudah Ambil Ancang-Ancang Penuh

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta-Sempat mundur dari jadwal, Pemerintah melalui Kementerian Informasi akhirnya menetapkan untuk memulai proses migrasi siaran televisi (tv) analog ke tv digital (analog switch off/ASO) tahun depan.

Dilakukan lewat tiga tahapan, ASO dimulai pada 30 April 2022 dan berakhir 2 November 2022. Dampak dari kebijakan ini, siaran televisi konvensional lewat antena/parabola akan sepenuhnya dihentikan.

Migrasi televisi digital sejatinya telah dilakukan di banyak negara. Kebijakan ini juga memberi harapan bagi masyarakat di seluruh pelosok nusantara untuk mendapatkan tayangan yang lebih jernih dan berkualitas.

Ditambah lagi, ASO menghindarkan Indonesia dari protes negara tetangga yang sering terganggu oleh frekuensi siaran televisi nasional.

Menanggapi rencana ini, Wakil Ketua Bidang Informasi Publik dan Broadcasting Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) PP Muhammadiyah, Edy Kuscahyanto menyebut Muhammadiyah telah siap menyambut ASO. ASO adalah peluang besar bagi Muhammadiyah mensyiarkan dakwahnya secara masif.

Dalam siaran TVMU “Diskusi Reflektif Bulan Bermuhammadiyah”, Rabu (15/12), Edy memaparkan bahwa perhatian Muhammadiyah harus terfokus pada penguasaan wilayah supply chain (rantai pasok) industri digital, baik dari produksi konten, penyiaran, hingga produksi set up box yang bisa mengubah tv konvensional menjadi tv digital. Apalagi persaingan dinilainya akan berjalan ketat.

Di sisi penyedia konten, Edy menilai TVMU bisa bersaing dengan sekira 1200-an kontestan TV digital. Berdirinya ribuan Amal Usaha dan sebaran aktivitas Muhammadiyah di seluruh tanah air dianggap Edy cukup sebagai modal persaingan.

SMK Muhammadiyah di berbagai tempat juga diharapkannya segera memproduksi set up box tv digital yang diperkirakan akan banyak dicari oleh 60 juta masyarakat pengguna tv lama sejak kebijakan ASO mulai diberlakukan.

Kendala utama bagi Muhammadiyah menurutnya justru muncul dari perizinan pendirian TVMU di berbagai daerah. Edy menyayangkan minimnya kepemilikan badan hukum Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) oleh Muhammadiyah.

“Dari sisi LPS terlalu kecil sebuah organisasi yang besar seperti Muhammadiyah hanya punya satu LPS, yaitu di Jakarta. Inilah yang membuat kue iklan kita tidak bisa menggarap iklan-iklan yang besar-besar,” keluhnya.

Mensiasati ASO 2022 dan perluasan siaran TVMU secara nasional, Edy mendorong Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Daerah Muhammadiyah saling bersinergi membangun LPS di daerahnya masing-masing mengingat biaya yang dibutuhkan cukup mahal terutama untuk menyewa perangkat multipleksing (MUX) untuk penyiaran. TVMU pusat menurutnya siap menyediakan konten-konten bagi TVMU daerah.

“Memang itu juga perlu biaya tapi itu dimudahka, apalagi nanti ada uji layak operasi. Jadi nanti tidak lagi repot. Yang penting kita punya studio, konten, tempat, MoU dengan pemilik MUX, kita ajukan ke Kominfo dengan badan hukum TVMU Pusat, kita akan diberikan frekuensi di wilayah masing-masing,” jelasnya.

“Karena itu perlu ada jaringan-jaringan di daerah, di 120 layanan, paling tidak di 11 kota yang disurvei Neilsen, Muhammadiyah harus ada LPS,” kata Edy.

Solusi terakhir bagi PDM maupun PWM yang tidak bisa mendirikan LPS, Edy menilai masih ada celah yang bisa dilakukan lewat Lembaga Penyiaran Komunitas atau LPK yang memiliki cakupan biaya lebih rendah.

“Itu nantinya tinggal berjaringan dengan TVMU saja yang mensiarkan dan mereka merelay ke wilayah-wilayah dan itu kekuatan dan potensi kita untuk menyongsong era siaran tv digital yang tidak dimiliki oleh tv-tv lain,” pungkasnya. (rls)