USS, Sebuah Oase di Masa Pandemi

By Admin


Oleh: Swary Utami Dewi

nusakini.com - Catatan ini bisa jadi lebih bersifat kesan pribadi terhadap salah satu komunitas penting di hidupku sekarang, meski jejak embrio komunitas ini telah kugeluti puluhan tahun lalu di Paramadina. Komunitas ini bernama Caknurian Urban Sufism Society. Beberapa hari lalu, Urban Sufism Society (USS), komunitas yang bergiat secara virtual melalui rangkaian webinar dan zoom meeting ini, telah berusia satu tahun, tepatnya 31 Maret 2021. Berarti kurang lebih sama dengan "usia pandemi' di Indonesia, yang secara resmi dicatat pertama kali ada oleh pemerintah pada awal Maret 2020.

Pendirian USS memang merespon kebutuhan di masa pandemi. Pandemi dan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) memang menjadi latar berdirinya komunitas tersebut. Saya sendiri bergabung beberapa bulan kemudian, saat USS masih bernama Caknurian Stay At Home. Memang tidak disangkal bahwa pandemi, utamanya pada masa-masa awal, menimbulkan kegelisahan dan keresahan pada hampir semua orang dalam berbagai bentuk. 

Kebutuhan untuk saling peduli, paling tidak menyapa sahabat, beserta kegamangan di hati karena pandemi, memerlukan sebuah wadah yang bisa menjawab berbagai kebutuhan tersebut. Maka oleh Prof. Komaruddin Hidayat dan beberapa sahabat, digagaslah pendirian Komunitas Caknurian Stay At Home. Saat PSBB berakhir, dan beberapa sahabat perlahan mulai menjalankan aktivitas di luar rumah secara adaptif di masa pandemi, maka nama komunitas ini menjadi USS.

Banyak komunitas berdiri dan berkembang di masa pandemi ini. Tapi menurut pandangan saya, USS terbilang unik. Dimana uniknya? Pertama dari namanya sendiri, Urban Sufism Society. USS menawarkan pendekatan berbeda terkait sufisme kepada komunitasnya yang tergolong masyarakat urban. Jika sufisme secara sederhana bisa dimaknai sebagai khasanah terkait cara untuk menyucikan jiwa, menjernihkan akhlak dan meraih kebahagiaan yang hakiki, disertai praktik atau laku tertentu, maka cara yang disajikan USS adalah cara yang "mengena" pada masyarakat urban. Secara teratur digelar diskusi dua mingguan tentang berbagai isu keislaman dan kemanusiaan. Kajian ini mengenalkan kembali pendekatan serta pandangan beragam dan terbuka tentang Islam, serta menekankan Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin. Narasumber yang berkompeten berbagi wawasan dengan mengutamakan dialog dua arah. Sejuk rasanya sesudah selesai mengikuti setiap webinar USS. Ilmu didapat, wawasan bertambah, hati tenang, teman makin banyak.

USS sendiri, sejak semula hingga kini, merupakan komunitas guyub, bukan resmi. Keanggotaannya terbuka bagi siapapun yang ingin menambah wawasan keislamannya dengan cara dialog, terbuka, bersahabat dan saling menghargai. Sebagian peserta komunitas USS ada yang sudah saling mengenal lama puluhan tahun. Ada pula yang baru kenal saat bergabung. Semuanya tidak merasa berbeda. Yang lama dan yang baru bisa saling berbaur dengan cepat. Yang non-Islam juga ada yang bergabung. Suasana yang dikembangkan bernuansa persahabatan dan kekeluargaan, meski sementara ini terhubungnya baru bisa melalui webinar dan grup WA karena pandemi masih berlangsung.

Pendeknya, bisa dikatakan bahwa USS bagi komunitasnya memang powerful untuk membantu mendalami Islam dengan cara yang ramah dan terbuka. USS juga mampu merekatkan persaudaraan yang bisa menjadi penguat "anggotanya" dalam menghadapi masa pandemi. Ibaratnya, sekali merengkuh dayung, dua pulau terlampaui. Itulah sosok USS, sebuah oase bersama di masa pandemi.