Reaktivasi Ekonomi Hijau dan Pembangunan Berkelanjutan Pasca Pandemi: Menuju Stockholm+50

By Abdi Satria


nusakini.com-Jakarta- Pandemi COVID-19 telah memberikan tekanan berat di semua bidang ekonomi dan pembangunan dunia. Isu iklim dan lingkungan hidup pun terkena pengaruh, karena berhentinya pembahasan multilateral dan implementasi komitmen dalam dua tahun terakhir. Padahal, pengembangan industri hijau, termasuk ekonomi sirkuler dan green investment, memiliki potensi yang sangat besar, terutama di negara-negara berkembang. Pasca pandemi, sektor-sektor ini harus digerakkan kembali, untuk mendukung proses pemulihan dunia.

Demikian disampaikan oleh Du​bes Tri Tharyat, Dirjen Kerja Sama Multilateral (KSM), dalam pertemuan Informal Working Group ke-3 sesi Leadership Dialogue 2 (IWG-3 LD-2), yang merupakan bagian dari forum Stockholm+50 pekan lalu.

Dialog roundtable IWG-3 kali ini mengangkat tiga tema pembahasan, yaitu: akselerasi transformasi di sektor-sektor terdampak, langkah solusi atas masalah kemiskinan dan ketimpangan pembangunan, serta peningkatan akses terhadap teknologi hijau demi pemulihan inklusif dan dunia yang sehat. Indonesia adalah co-chair bersama Jerman dalam LD-2.

“Sekaranglah saatnya bagi kita semua untuk berkontribusi demi dunia yang lebih sehat. Ini tanggung jawab bersama," demikian ditekankan Dirjen KSM. Melalui dialog dalam Stockholm+50, akan dihasilkan sejumlah rekomendasi untuk membantu pengembangan kebijakan dan pengambilan keputusan demi pembangunan berkelanjutan.

Dalam dialog, para pembicara dan partisipan pun menyampaikan masukan-masukan yang strategis. Beberapa menyoroti perlunya akses kepada teknologi, pendanaan, pendidikan, dan langkah inovasi, terutama bagi negara kurang berkembang (LDCs).

Selanjutnya, inisiatif untuk kerja sama atau kolaborasi dengan suatu negara perlu memperhitungkan kebutuhan spesifiknya, untuk mencapai target yang maksimal. Setiap negara memliki kondisi yang unik. Ada yang memerlukan teknologi, bantuan bagi UMKM, transformasi digital, atau pembangunan di kawasan pedesaan.

Sementara itu, penguatan sektor pendidikan dan peningkatan kapasitas SDM masih menjadi elemen krusial di banyak negara. Berbagai kekhususan ini perlu diperhatikan, karena tidak ada “one size fits all" (satu standar untuk semua) dalam pembangunan.

Pertemuan IWG-3 berlangsung virtual dan dihadiri lebih dari 100 peserta perwakilan negara anggota PBB dan organisasi internasional. Tercatat hadir sejumlah NGOs dari berbagai negara dan bidang, seperti kepemudaan, sosial, iklim, lingkungan hidup, dan UMKM. Partisipan dari berbagai negara telah menyuarakan perspektif, diantaranya dari Peru, Kolombia, Amerika Serikat, Prancis, India, Jepang, Ethiopia, hingga Trinidad dan Tobago.

Stockholm+50 (S+50) adalah forum untuk memperingati 50 tahun United Nations Conference on the Environment, atau yang dikenal dengan Konferensi Stockholm 1972. Tema besarnya adalah “A healthy planet for the prosperity of all - our responsibility, our opportunity.

IWG-3 adalah ronde terakhir untuk mengumpulkan masukan para pihak untuk Stockholm+50. Kegiatan puncak akan berlangsung di Stockholm tanggal 2-3 Juni 2022 di Stockholm, Swedia.(rls)