Program Lele Bioflok, KKP Optimis Dapat Picu Ekonomi Masyarakat Perbatasan

By Admin


nusakini.com - Belu – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan tebar perdana bantuan lele sistem bioflok, di Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu (30/9/2017) lalu. Kegiatan ini dipimpin langsung oleh Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto dan Bupati Belu Willybrodus Lay.

Bupati Belu Willybrodus Lay mengatakan, Pemerintah Daerah Kabupaten Belu sangat mengapresiasi upaya KKP dalam memperkenalkan inovasi teknologi budidaya lele bioflok untuk masyarakat perbatasan. Dirinya mengungkapkan keyakinnya, upaya ini akan memberikan dampak bagi perekonomian masyarakat.

“Pengenalan teknologi lele bioflok sangat cocok dengan karakteristik daerah di Belu, di mana sumber air bisa diefesiensikan. Namun di sisi lain produktivitas bisa ditingkatkan berkali lipat. Kami akan dorong nantinya paling tidak dalam satu desa ada 5-10 unit kegiatan usaha sejenis. Saya yakin akan menggerakan ekonomi lokal di Belu dan pastinya akan mendongkrak tingkat konsumsi ikan perkapita masyarakat Belu,” ungkap Willy.

Sebagai gambaran, tingkat konsumsi ikan per kapita di NTT masih cukup rendah yaitu 29,8 kg per kapita per tahun, di bawah tingkat konsumsi ikan perkapita nasional sebesar 43,94 kg per kapita per tahun.

Benyamin Taek Mau, salah seorang pembudidaya di Belu mengungkapkan, hingga saat ini permintaan akan komoditas ikan lele mulai meningkat dengan harga yang cukup tinggi yaitu pada kisaran di atas Rp35.000 per kg. Dari hasil bantuan 24 buah kolam lele sistem bioflok diharapkan akan panen sebanyak 5,4 ton untuk pemasaran di Atambua, Kupang, dan Kabupaten lain di sekitar Belu. Bahkan menurutnya peluang ekspor ikan lele ke Timur Leste mulai terbuka lebar.

“Kami masyarakat sangat berterima kasih atas dukungan dan perhatian pemerintah pusat. Kami optimis dengan harga dan peluang pasar luas, kegiatan usaha lele bioflok akan berjalan dengan baik, dan pastinya akan memicu kami dalam meningkatkan kapasitas usaha,” terang Benyamin.

Seperti diketahui, selain di Kabupaten Belu, pemerintah melalui KKP juga fokus mendorong budidaya lele sistem bioflok di daerah perbatasan lainnya, antara lain di Kabupaten Entikong, Kabupaten Wamena, serta Kabupaten Sarmi.

Sebelumnya Presiden Jokowi sebagaimana disampaikan Kepala Kantor Staf Kepresidenan Teten Masduki mengapresiasi upaya KKP dalam memperkenalkan inovasi teknologi budidaya lele bioflok. Dalam beberapa kesempatan, presiden juga menekankan pentingnya pengenalan inovasi teknologi dalam pemberdayaan masyarakat. Program pengembangan lele bioflok saat ini menjadi salah satu program unggulan nasional dan menjadi perhatian presiden.

Sebagai informasi, produksi lele secara nasional tahun 2016 sebesar 873.716 ton dan ditargetkan sebanyak 1.399.700 ton pada tahun 2017.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Slamet Soebjakto, di sela-sela kunjunganya di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, Sabtu (30/9) mengatakan, program ini bertujuan untuk mendorong pemerataan ekonomi dan ketahanan pangan di kawasan-kawasan perbatasan. Menurutnya, penting memperkuat wilayah perbatasan melalui pendekatan kesejahteraan. Ia menilai kawasan perbatasan sebenarnya memiliki sumberdaya alam yang tinggi, namun minimnya informasi teknologi menyebabkan nilai ekonomi SDA tersebut belum dapat dirasakan. Oleh karena itu, ia menegaskan pentingnya membangun daerah perbatasan melalui penciptaan alternatif usaha berbasis inovasi teknologi budidaya.

“Inovasi teknologi lele bioflok yang diperkenalkan diharapkan akan mampu meningkatkan nilai SDA yang ada. Dengan demikian akan memicu ruang pemberdayaan masyarakat yang lebih luas dan sudah barang tentu akan menggerakkan ekonomi lokal. Budidaya lele bioflok di Kabupaten Belu ini menajadi yang pertama di NTT, ke depan diharapkan akan menjadi pemicu untuk diadopsi di daerah lain,” jelas Slamet saat melakukan tebar perdana bersama Bupati Belu Willybrodus Lay, di Kecamatan Tasifeto Timur, Belu.

Slamet juga menekankan pesan Nawacita untuk membangun Indonesia dari pinggiran menjadi pertimbangan utama agar program–program prioritas perikanan budidaya ini bisa menyasar ke daerah-daerah perbatasan.

Di sisi lain, program lele bioflok diharapkan akan mampu mensuplai kebutuhan gizi masyarakat dari sumber protein ikan. Kebutuhan gizi menjadi masalah yang kerap dihadapi masyarakat di daerah perbatasan, padahal ketercukupan gizi menjadi indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

“Jika dilihat masih ada ketimpangan IPM masyarakat di daerah perbatasan. Saya rasa program ini menjadi sangat strategis untuk meningkatkan IPM melalui pemenuhan gizi masyarakat, apalagi komoditas lele saat ini mulai digemari masyarakat luas. Bu Menteri sangat konsen untuk mendorong masyarakat agar mulai gemar makan ikan,” tambahnya. (p/ma)